Misteri Hilangnya Warga Kampung

Misteri Hilangnya Warga Kampung
ARDINTORO |dot| COM - Pagi itu saat baru bangun tidur, saya mendengar suara bergemuruh di luar. Sepertinya nggak asing lagi di telingaku, seraya berteriak-teriak, “Pak jangan bawa saya, Pak jangan bawa saya, Pak jangan bawa saya!."

Saya dengar berulang kali suara itu di ucapkan, saat saya bangun untuk mencari sumber suara di luar rumah, yang terlihat hanya Bapak Polisi yang berseram lengkap, beserta beberapa orang yang memakai baju putih-putih di sekujur tubuhnya. Tak lupa orang itu memakai helem teropong, masker dengan kaca di wajah yang berkilau.

Saat saya mengintip dari cendela, semua orang sudah mau jalan mengunakan ambulan dengan suara khas yang bersaut-sautan. (dalam benakku ada apa ini? kok ada ambulan di depan rumah).

"Mak-maaak!". Saya memanggil mamak sekeras-kerasnya, kok nggak seperti biasanya, pagi-pagi biasanya saat saya baru bangun mamak selalu di rumah dan sudah menyediakan teh hangat di meja, tapi kali ini meja kosong, barang-barang pun sedikit berhamburan. Saya tunggu mamak sampai jam sembilan pagi, ternyata mamak belum juga datang.

"Hae Mirna! Apakah kamu tau mamakku?, Semenjak saya bangun pagi kok di rumah sudah nggak ada orang yaaa, kira-kira mamakku pergi ke mana?" (Heni bertanya dengan wajah kebingunggan). "Sama Hen...! mamak dan bapak ku juga nggak ada ini, dari saya bangun pagi sampai sekarang, makanya saya cari-cari sampai di depan rumahmu."

Heni: "Yuk Mirna kita cari sama-sama orang tua kita."

Mirna: "Ayo Hen."

Heni: "Ndo kenapa orang tua di desa semua kosong? Nggak ada sama sekali orang tua, adanya cuma anak-anak."

Dari jauh terlihat dua anak kecil menangis meronta-ronta seraya memanggil. "Mamak-mamak, mamak-mamak!".

Seketika itu saya bersama Mirna menghampiri dua anak kecil itu dan bertanya. "Kenapa menangis dek? Mamak kamu kemana?" Adek itu menjawab dengan suara lirih, “Mamaaak di bawa orang berseragam putih kak, tadi dibawa naik ambulan". (adek itu terlihat sangat sedih) "La kok bisa dek? Kenapa kamu nggak ikut mamakmu naik ambulan?".

"Sudah kak tadi saya dan adikku ini mau ikut tapi orang yang berseragam putih melarang dan menyuruhku tinggal di rumah". "Ya sudah dek nggak apa-apa jangan menangis yaaa, ayo ikut kakak saja". 


Misteri Hilangnya Warga Kampung

"He Mir...! Jangan-jangan orang tua kita juga di bawa orang berseragam putih itu, tadi saya juga sempat melihat di depan rumahku ada beberapa orang berseragam putih bersama Bapak Polisi, tapi saya nggak melihat mamakku, cuma lihat mobil ambulan dengan kaca yang tertutup horden".

"Bisa jadi Hen!, Mamakmu ada di dalam ambulan tadi, mungkin juga semua orang tua kita di bawa orang berseragam putih itu, buktinya dua adik kecil juga melihat mamak dan bapaknya di bawa". "Kalau begitu ayo Mir kita ke Balai Desa sama-sama mencari informasi tentang orang tua kita".


Saya baru nyampe depan Balai desa, ternyata di sana banyak sekali anak-anak yang lagi mencari orang tuanya, halaman Balai desa pun penuh sesak sampai saya sulit masuk, dari kejauhan terlihat Bapak Kepala Desa lagi ngomong menggunakan sepiker dengan suara khasnya.

“Anak-anak mohon sabar dan jangan menangis, orang tua kalian aman, sementara mereka ada di Desa Panji bersama orang tua lain.” Kata-kata itu yang saya dengar dari Bapak Kepala Desa. Saat itu hatiku bergemuruh seraya bertanya-tanya, kenapa semua orang tua di bawa ke desa Panji ya?

Heni: "Hae Mir ayo kita ke desa Panji mencari orang tua kita..."

Mirna: "Ayo Hen, tapi saya nggak punya uang untuk naik angkot e!, desa Panji kan jauh!"

Heni: "Nggak apa-apa Mir, kebetulan saya ada uang ini, kita bisa pakai naik angkot berdua."

Mirna: "Semoga nggak terjadi apa-apa ya Hen, pada orang tua kita."

Setelah perjalanan satu jam di angkot akhirnya sampai juga kita berdua di desa Panji, selama di dalam angkot tadi saya sempat tanya pada pak sopir tentang orang tua kita, pak sopir menjelaskan bahwa desa Panji memang di kususkan untuk tempat isolasi.

Pak sopir juga mungkin sudah tau maksud kedatangan kami ke desa Panji untuk mencari orang tua kita, makanya kami berdua di turunkan pas di depan tempat gedung isolasi itu.



Heni: "Mir... kenapa gedung ini di jaga orang banyak ya?" (saya lihat banyak bapak-bapak berpakaian serba putih dengan helem, masker serta kaca yang berkilau menutupi mukanya, sama persis yang saya lihat di depan rumahku kemaren)

Mirna: "Hia e Hen, tempat isolasi apa ini kok di jaga ketat begini."

Di selah-sela percakapanku dengan Mirna, saya lihat mobil ambulan lalu-lalang keluar masuk gedung yang pintunya besar, entah ada apa di dalam gedung itu?

Seketika itu saya dan Mirna di kagetkan bapak-bapak berpakaian putih, tiba-tiba muncul dari belakang seraya menepuk punggungku. "Heh...! kau berdua! Bikin apa ke tempat ini? Ini tempat berbahaya untuk anak-anak!". "Maaf pak kami berdua mancari orang tua kita, karena sudah dua hari belum pulang, katanya Bapak Kepala Desa orang tua kami di bawa ke desa Panji."

"Orang tua kalian nggak ada di sini! Pulang sana!" (dengan nada tinggi agak marah orang berbaju putih itu berbicara) saya dan Mirna sontak ketakutan mendengar suara bapak tadi, tapi dalam hati saya nggak percaya kalau orang tua kita nggak ada di gedung itu, soalnya dari sorot mata bapak berbaju putih itu seperti ada sesuatu yang di sembunyikan.

Heni: "Mir...! ayo sudah pergi dari sini". (seraya mengajak Mirna ke pinggir gedung itu).

Mirna: "Hia ayo Hen."

Kita berdua pergi ke sebelah gedung sambil bergumam, serta saling tatap satu sama lain.

Heni: "Hai Mir...! kamu percaya? bapak tadi cerita, bahwa orang tua kita nggak ada di gedung?"

Mirna: "Kalau di lihat dari nada bicara dan gelagat tingkah bapak tadi, sepertinya dia berbohong Mir."

Heni: "Ooo ternyata perasaan kita sama, ayo Mir kita menerobos masuk dari samping gedung, sepertinya itu ada pintu yang terbuka."

Mirna: "Saya takut Hen, bagaimna kalau kita nanti tertangkap bisa berbagaya?"

Heni: "Nggak perlu takut Mir ini semua demi orang tua kita, masak kita sudah jauh-jauh ke desa Panji tapi nggak ketemu orang tua."

Mirna: "Baik kalau begitu, tapi kita harus hati-hati ya?"

Kita berdua masuk lewat pintu samping gedung itu. Setelah masuk saya kaget karena banyak sekali ruangan yang di sekat-sekat, selain itu saya lihat ibu-ibu berpakaian suster dengan teropong di mukanya mondar-mandir membawa pasien dari ruang satu ke ruang yang lain.

Seketika itu jantungku berdetak kencang karena takut, tapi saya nggak berani bilang ke Mirna, karena saya tau sifat Mirna yang seorang penakut. Dengan suara berbisik-bisik saya bicara, "Mir...! ayo masuk keruang itu, mumpung yang jaga pergi?", "saya takut Hen!" jawab Mirna dengan nada terbanta-banta karena ketakutan.

Akhirnya kami berhasil juga masuk ke ruangan itu, ruanganya terasa pengap dan berbau obat di mana-mana, sampai kita berdua mau muntah saat mencium baunya. Tapi tetap kami tahan karena takut ketahuan penjaga itu.

Kebetulan di sudut ruangan ada sebuah lemari yang besar dan di ujung-ujungnya ada celah yang cocok untuk mengintip, kami berdua bergegas sembunyi di dalam lemari itu, saat kita sudah di dalam. Tiba-tiba terdengar suara petugas yang datang, sambil membuka korden yang sembari kami datang tadi masih tertutup rapat.

"Krieeek...!". Terdengar beberapa petugas berpakaian putih itu membuka korden ruangan, seraya saling berbicara “Bagaimana ini ibu? Virus ini nampaknya sangat ganas, sampai detik ini obatnya pun belum di temukan dan korban terus berjatuhan, apa yang harus kita lakukan?”.



Saya dan Mirna semakin ketakutan mendengar pembicaraan kedua penjaga itu seraya mengintip dari celah-celah lemari. Saya sangat kaget ternyata pasien yang di rawat itu ternyata mamakku, terlihat dari baju yang di pakai mamak ketika terakhir ketemu yang memakai baju merah dengan motif bunga-bunga. Karena memang saat terlihat mamak lagi memakai oksigen yang menutup seluruh mukanya.


Misteri Hilangnya Warga Kampung

Seketika itu, langsung saja ku dobrak pintu lemari, "Duuuar...!" Sambil memanggil "Mamaaaak...!" Sontak saja semua penjaga kaget dan segera memegang tangan saya dan Mirna.

Penjaga: "Siapa kalian!, Kenapa kalian di sini? Tempat ini sangat berbahaya?"

Heni: "Maaf pak saya dan Mirna mencari orang tua kami, sudah dua hari mereka belum pulang dan yang di rawat itu mamak saya, kenapa mamak saya di pasangi oksigen?"

Penjaga: "Mamak kamu dan orang-orang di desamu terserang Virus berbahaya makanya harus di isolasi. Kalian berdua juga sudah masuk ke ruangan ini dengan sembunyi-sembunyi, padahal ruangan ini khusus bagi orang yang terkena Virus menular."

Heni: "Terus kami berdua bagaimana Pak?" (dengan nada ketakutan)

Penjaga: "Karena kalian berdua terlanjur masuk di ruangan ini dan nggak memakai alat pelindung diri, terpaksa kalian saya tahan di ruang isolasi ini!".


Saya dan Mirna akhirnya bertemu orang tua kami di tempat isolasi. Sekitar tiga bulan kami di isolasi, tapi patut di sayangkan bapak Mirna nggak bisa selamat dari Virus ganas ini. Karena ketika di bawa ke ruang isolasi, keadaannya sudah parah, batuk-batuk nggak mau berhenti dan akhirnya beliau meninggal dunia. Pemakaman beliau pun dengan protokol kesehatan.
 

⇐ END ⇒

30 comments for "Misteri Hilangnya Warga Kampung"

  1. menarik, suak juga bikin cerpen ya

    ReplyDelete
  2. Mas arif suka bikin cerpen juga ya. Saya kadang juga suka bikin cerpen mas, kalau ada ide aja sih.

    Apakah virus yang dimaksud di cerita ini virus corona ya...? Karena nggak disebut secara langsung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama Mbak aku juga pas klo ada ide baru bkin cerpen,

      Sengaja biar nggak terlalu Mainstream hehe

      Delete
  3. Aduh, kasihan sekali si Mirna. Aku juga mau nulis kisah penyintas Corona, nih

    ReplyDelete
  4. Duu, kasihan anak-anaknya. kenapa yang dibawa ambulance hanya orang tuanya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih Menjadi misteri Penulis, yg belum terpecahkan Mbak h h h

      Delete
  5. Ya ampun Mirna. Huhu. Ayahnya meninggl :(
    Kayaknya ini virus yg lg merebak yaa. Covid-19, hhh
    Keren nih dibuat cerpen :)

    ReplyDelete
  6. Cerpennya dibuat berdasarkan cerita saat pandemik begini ya, Mas? Memang, pandemik bisa melahirkan banyak hal baru termasuk sebuah cerita seperti ini. Akan lebih cantik lagi kalau diceritakan alasan hanya orangtua saja yang terinfeksi. Terus berkarya, Mas ...

    ReplyDelete
  7. aku bacanya sambil bayangin kondisi saat ini kak, ya Allah ko sedih banget ya bacanya, semoga pandemi ini segera berakhir ya kak. btw ceritanya bisa dijadiin cerpen gitu kali, gaya tulisannya bagus soalnya, tinggal dilengkapi dengan data-data kondisi saat ini makin keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hia Mbak, semoga Pandemi ini cepat berakhir biar kita bisa hidup normal lagi dan bisa kerja tanpa hambatan.

      Delete
  8. Saya juga bacanya sambil bayangin adegan per adegan dan emang ini real bangetvterjadi sama kita sekarang ya Ma. Sekoga pabdemi segera berakhir ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebagai pengingat di kemudian hari Mbak, bahwa kita pernah di masa sulit Pandemi Covid-19.

      Delete
  9. Idenya oke, nih. Pas banget dengan kondisi saat ini. Anak-anak yang mencari orang tuanya yang hilang dan tidak bisa ditemui, hiks.
    Kalau boleh saran sih, untuk percakapannya memakai tanda baca yang pas dan juga dialog tag ;) Pasti nanti lebih bagus lagi, deh. Semangat berkarya, ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih atas saranya Mbak, baru belajar nulis cerpen masih belum terlalu mudeng dg pengunaan tanda baca, kedepan di perbaiki hehe

      Delete
  10. Menarik sekali! Boleh kasih saran sedikit mas, jika kalimat langsung sebaiknya pakai tanda petik. Misalnya, "Maaf pak, Saya dan Mirna mencari orang tua kami."

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimkasih Mbak sarannya, baru belajar nulis cerpen, kedepan di perbaiki lah :)

      Delete
  11. Mas itu saya jadi kepo, lama juga diisolasi 3 bulan ya. Kasian banget para orang tua menjadi korban virus. Hiks

    ReplyDelete
  12. Bangun di pagi hari dan tidak mendapati orang tuanya di rumah itu sesuatu banget deh bagi anak-anak. Btw cerpennya relate banget ya kak dengan kondisi saat ini, aku pribadi enggak kebayang kalau harus sampe pisah sama si kecil gara2 virus coro ini huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu sesuai yg pernah sya alami Mbak, kalau waktu kecil, bagun pagi kalau nggak ada Mamak pasti bingung mencari hehe

      Delete
  13. Ceritanya relate banget sama kondisi sekarang ya. Gak kebayang aku kalau mengalami kayak gitu, nauzubillah. Semoga keluarga kita sehat-sehat saja, ya.

    ReplyDelete
  14. Cerpen tentang pandemi yang bikin sedih. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita terjaga kesehatannya.

    ReplyDelete
  15. Sedih. Virus ini memisahkan dari orang yang disayangi. Lebih sedih ketika perpisahan itu adalah kematian. Semoga semua cepat berlalu. Ingin hidup normal. Bukan hidup new normal.

    ReplyDelete

Jika ada yang Ingin Anda Tanyakan Terkait Artikel di atas Silahkan Bertanya Melalui Kolom Komentar Berikut ini, dengan Ketentuan :

1. Berkomentarlah dengan Sopan (No Spam, Sara dan Rasis).
2. Komentar di Moderasi. Bila berkomentar nggak sesuai dengan kebijakan Blogger maka nggak di terbitkan!
3. Centang kotak Notify Me / Beri Tahu Saya untuk mendapatkan notifikasi komentar.
4. Happy Blogging 🙂.